Kamis, 09 Februari 2012

Pengamat: Menpera dan BTN Harus Cari Titik Temu!



JAKARTA, Direktur Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda meminta Kementrian Perumahan Rakyat dan PT Bank Tabungan Negara Tbk segera mencari titik temu terkait penurunan suku bunga pembiayaan rumah murah. Bila terus berkepanjangan, kondisi ini akan semakin membebani pasar perumahan nasional.

"Sebenarnya, tidak ada yang keberatan dengan penurunan suku bunga. Justru, yang jadi masalah adalah seharusnya pembiayaan KPR dengan FLPP tidak dihentikan meskipun hanya bersifat sementara," katanya kepada wartawan di Jakarta, Rabu (8/2/2012).

Dengan terhentinya program FLPP sejak 6 Januari 2012 serta negosiasi Perjanjian Kerjasama Operasional (PKO) dengan bank belum selesai, kata Ali, hal itu malah semakin merugikan masyarakat karena konsumen tidak bisa melakukan akad kredit perumahan.

"Karena tidak akad, pengembang tidak dapat hasil dari dana tersebut, sementara di sisi lain pengembang harus tetap membayar bunga pinjaman," katanya.

Melihat kondisi di lapangan, Ali meminta agar pihak Kemenpera dan BTN bijak mencari titik temu kesepakatan suku bunga FLPP.

"Jangan berkepanjangan seperti ini, masyarakat yang menjadi korban," imbuhnya.

Sebelumnya, pengembang yang tergabung dalam Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) mengeluhkan mandeknya pembiayaan Kredit Perumahan Rakyat (KPR) melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Pihaknya mengaku merugi sampai Rp 2 miliar.

"Berdasarkan laporan dari DPD Apersi se-Indonesia, nilai bunga kredit modal kerja maupun kredit konstruksi yang ditanggung pengembang sebesar Rp 1 sampai Rp 2 Miliar setiap provinsi," kata ketua DPP Apersi, Eddy Ganefo, kepada Kompas.com di Jakarta, Rabu (1/2/2012).

Eddy menyebutkan, selain kerugian tersebut, penghentian FLPP juga menyebabkan akad KPR untuk unit rumah sejahtera tapak banyak tertunda. Rangkuman data Apersi menyebutkan, akad rumah tertunda di Jawa Barat sebanyak 2.124 unit, di Banten 2.726 unit, di Jawa Timur mencapai 3.217 unit, Riau, Lampung, serta Sumatera Selatan rata-rata mencapai 500 unit rumah.

"Ini membuat likuiditas keuangan pengembang yang tergolong mikro kecil dan menengah menjadi terganggu. Belum lagi beban bunga yang harus ditanggungnya," ujarnya.


Sumber : www.properti.kompas.com/Pengamat.Menpera.dan.BTN.Harus.Cari.Titik.Temu.

Cari rumah..?? Propertykita Lebih banyak pilihanya...!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar